MASALAH RETRIBUSI PAJAK DAERAH
Terhitung
10 Desember 2008, pemerintah pusat membatalkan 2.398 peraturan daerah (perda)
mengenai pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD). Pemerintah juga membatalkan
267 rancangan peraturan daerah (raperda) yang diajukan. Jawa Barat termasuk
daerah yang perda-nya banyak dibatalkan. Menurut Direktur Jenderal Perimbangan
Keuangan Depkeu Mardiasmo, ribuan perda dan raperda mengenai PDRD tersebut
dibatalkan pemerintah pusat karena dinilai bermasalah. Banyak aturan yang tidak
sinergis dengan aturan di pusat, malah pungutan-pungutan yang diambil oleh
daerah cenderung menimbulkan high cost economy. Menurut Mardiasmo, 2.398 perda
yang dibatalkan tersebut berasal dari 11.401 Perda PDRD yang sedang berlaku.
Sementara 267 raperda yang dibatalkan berasal dari 2.150 raperda yang diajukan
pemerintah daerah. Data Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan tersebut juga
menyebutkan beberapa sektor yang Perda PDRD-nya dibatalkan, seperti sektor
perhubungan (15%), pertanian (13%), industri dan perdagangan (13%), lalu
kehutanan (11%). Sementara untuk tingkat provinsi, yang paling banyak
dibatalkan perda-nya antara lain Jawa Timur, Sumatra Utara, Jawa Barat, Jawa
Tengah, dan Sulawesi Selatan. Sebagai contoh, pajak daerah yang dinilai bermasalah adalah pajak
pengolahan minyak yang diambil atas hasil produksi minyak di daerah tersebut.
Perda ini dinilai tumpang tindih atau melanggar UU PPN. Kemudian pajak hotel
yang dikenakan atas jasa katering. Pungutan tersebut bermasalah karena tumpang
tindih dengan UU PPN. Lalu, pajak hiburan yang dikenakan atas pemasukan taman
rekreasi dan cagar budaya di daerah. Pungutan ini bermasalah karena hal
tersebut bukan objek pajak hiburan dan melanggar UU No. 34 tahun 2000. Dalam
kesempatan itu, pemerintah akan menerapkan sanksi bagi pemerintah daerah (pemda)
yang masih bandel dalam membuat perda yang dinilai melanggar dan tidak sesuai
dengan ketentuan pemerintah pusat. sampai sekarang karena tidak ada sanksi yang
diterapkan pemerintah, masih banyak pemda yang masih nekat membuat perda yang tidak
sesuai dengan ketentuan. Bahkan perda yang sudah dibatalkan masih dipakai.
Wakil
Ketua Harian Panitia Anggaran DPRD Kab. Bandung Ahmad Najib Qudratulah
menyatakan setuju atas pembatalan sejumlah perda yang menimbulkan ekonomi biaya
tinggi tersebut. Meski belum mengetahui persis perda apa saja yang dibatalkan,
Najib menyebutkan beberapa perda yang terindikasi dibatalkan. Di antaranya perda
retribusi pemadam kebakaran. Selain menimbulkan ekonomi biaya tinggi, perda itu
bertolak belakang dengan prinsip keselamatan. Seharusnya perusahaan yang tidak
dilengkapi alat pemadam yang kena retribusi. Dengan perda itu malah yang
melengkapi perusahaannya dengan alat pemadam yang kena retribusi.
Kab.
Bandung memiliki sedikitnya sepuluh perda yang sudah saatnya ditinjau ulang
agar tidak mengganggu iklim investasi. Sekitar 80% keluhan pengusaha yang
diterima DPRD selama ini masih berkisar tentang mekanisme perizinan usaha yang
berbelit-belit dan tidak memiliki kepastian hukum.
Tujuan
pemungutan pajak dan retribusi justru menjadi lahan bagi birokrasi untuk
menciptakan "lahan basah" baru karena sebenarnya kontribusi terhadap
pendapatan asli daerah (PAD) tidak cukup signifikan. Wakil Ketua Harian Panitia
Anggaran DPRD Jawa Barat Diah Nurwitasari mengaku belum mengetahui informasi
pembatalan sejumlah perda. Pemungutan pajak dan retribusi selama ini dilakukan
pemda kota/kabupaten sehingga pertanyaan tersebut lebih tepat diarahkan kepada
pemerintah kab./kota yang berkaitan.
Perda-perda
yang dibatalkan oleh pemerintah pusat seharusnya disosialisaikan seluas
mungkin, terutama ke tingkat kota/kabupaten tempat perda tersebut operasional.
Dengan demikian, masyarakat terlindung dari oknum-oknum yang menggunakan
perda--yang sebenarnya sudah tidak berlaku-- untuk mencari keuntungan pribadi.
Sementara
itu, Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Unpad
Dr. Kodrat Wibowo menilai, pencabutan perda-perda bermasalah tersebut bukan
merupakan solusi akhir, terutama untuk mengurangi beban biaya bagi dunia usaha.
Seharusnya, pencabutan perda itu bisa segera direspons pada tataran
implementasi oleh pemerintah daerah, baik itu eksekutif maupun legislatif,
dengan meningkatkan kemampuan pembiayaan dan pengelolaan keuangan daerah. Tidak
akan ada artinya kalau pencabutan perda-perda bermasalah itu tidak diiringi
dengan pemahaman mendasar apa itu tujuan otonomi daerah (otda) dan
desentralisasi keuangan daerah selama ini. Secara mendasar, tujuan otda ini kan
bukan untuk menggali potensi pendapatan asli daerah (PAD) sebesar-besarnya.
Kodrat
mengakui, pencabutan perda merupakan efek dari legal draft atau proses
penyusunan perda-perda yang tidak optimal, bahkan sampai lolos untuk disahkan
menjadi perda yang seharusnya tidak boleh sampai terjadi. Sudah menjadi rahasia
umum selama ini, memang banyak sekali perda bermasalah yang ada di beberapa
instansi terkait pemerintah, namun hal itu seolah dibiarkan. Padahal,
penyusunan dan pengesahan perda itu pasti memakan waktu dan biaya yang tidak
sedikit. Selain memberikan dampak negatif secara ekonomis, menurut dia,
banyaknya perda bermasalah ini mengindikasikan pula kepentingan politik di
daerah yang sangat menonjol terutama dalam memanfaatkan potensi pendapatan
daerahnya sendiri. "Ibaratnya, kepentingan-kepentingan daerah yang lebih
banyak ditonjolkan ketimbang kepentingan nasional yang lebih luas lagi.
Apalagi, melihat kondisi dunia usaha yang semakin terpukul dan mengancam
pengangguran lebih banyak lagi," katanya.
Dengan
demikian, pemerintah daerah harus benar-benar matang saat mengeluarkan dan mengesahkan
perda. Jangan sampai perda-perda yang dikeluarkan itu justru tidak memberikan
manfaat apa pun bagi publik, bahkan sampai merugikan. Padahal dalam
penyusunannya, pihak legislatif (DPRD) turut membidani kelahiran perda-perda. Hal
senada dikatakan pula Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar, Dedi
Wijaya. Ia mengakui, meski pemerintah pusat sudah berupaya merespons kesulitan
yang dihadapi dunia usaha dengan mencabut perda-perda bermasalah, yang lebih
penting pemerintah pusat dan daerah (provinsi dan kota/kabupaten) harus
konsisten.
Solusi
dalam Masalah Retribusi Pajak Daerah
Dalam
kesempatan ini, pemerintah pusat harus menerapkan sanksi bagi pemerintah daerah
(pemda) yang masih bandel dalam membuat perda yang dinilai melanggar dan tidak
sesuai dengan ketentuan pemerintah pusat. Selam ini perda mana saja sebenarnya
yang sudah tidak berlaku karena memang tak pernah ada sosialisasi yang serius
mengenai perda-perda yang dicabut. Karena dalam pembatalan 2.398 perda mengenai
PDRD, API Jabar tidak pernah mendapat pemberitahuan mengenai hal tersebut.
Padahal sebagai entitas bisnis, API Jabar merupakan salah satu pihak yang
sangat terkait dengan masalah retribusi dan pajak daerah. Jadi, kalau ada oknum
melakukan pungutan dengan dasar perda yang sebenarnya sudah dibatalkan, mereka
tidak akan sadar sedang ditipu karena memang tidak pernah tahu perda yang
digunakannya sebenarnya tidak berlaku. Sementara itu banyaknya perda yang
dicabut seharusnya menjadi pelajaran, agar ke depan dalam penyusunan perda harus
lebih cermat mempertimbangkan hukum dan
kegunaannya.
Sanksi yang harus diterapkan pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah itu sangat penting karena melibatkan pemangku kepentingan
dalam setiap pembuatan perda. Selain akan meminimalkan resistensi atau
penghambat, perda tersebut juga efektif dalam mendorong perbaikan. Malah saat
menghadapi krisis seperti saat ini.
Banyak
yang menyambut baik terkait langkah pemerintah pusat ini, dan diharapkan
pemerintah daerah juga segera meresponsnya. Tentu upaya pencabutan perda
bermasalah itu jangan hanya sebatas di sini karena masih banyak perda yang
selama ini masih saja memberatkan pelaku usaha terutama jenis-jenis perda
berbentuk pungutan-pungutan yang seharusnya tidak harus dikeluarkan pengusaha.
Meski
begitu, proses pembuatan perda tidak semudah yang dibayangkan. Proses pembuatan
perda pasti melalui prosedur pembuatan naskah akademik yang melibatkan para
pakar, uji publik, dan konsultasi normatif dari pemerintah pusat itu sendiri. .
Dalam
masalah ini bnyak dari kalangan dunia
usaha selama ini tidak banyak mengetahui bagaimana proses penyusunan dan
pengesahan perda. Padahal, perda-perda yang dibuat pemerintah itu sangat
berpengaruh terhadap kelangsungan dunia usaha. Jadi harus adanya
perbaikan-perbaikan dalam penyusunan dan pengesahan perda.
Best CSGO Skins Codes For 2021 - Shootercasino
ReplyDeleteCSGO Skins Codes · 5. CSGOEmpire · 2. Rocket League. CSGOEmpire · 3. 카지노 Rocket LeagueEmpire · 4. Pro League. The Best CSGO fun88 soikeotot Skin Betting Site · 인카지노 5. CSGOEmpire